Tuesday, 12 November 2013

Rumi



Semerbak mewangi dekapan dingin sang pagi. Bulir-Bulir embun yang datang dan pergi, jelajahi lembaran daun berpencaran. Menyingkap zahirnya semesta satu demi satu. Kupetik dawai-dawai magis yang bergaung dalam sonata, di awal yang indah pada satu kisah abadi. Peristiwa yang kunanti-nanti di tengah hujaman nestapa. Bangkitlah kesyahduan yang sejadi-jadinya.

Dan ketika rasa berharap-harap itu diikatkan dalam untaian doa. Diterbangkan ke awan, menembus jagat fana. Adalah satu di antara kemungkinan yang tak berhingga jumlahnya, saat keajaiban itu terjadi. Karena Allah telah memperjalankan takdir-Nya. Seberkas cahaya, terjun dari gugusan bintang terjauh dan mendarat tepat di hadapanku. Itulah kamu.

Kala bimbang perlahan mengoyak jiwa, seperti lava pijar menelusupi kerak bumi. Tidak juga aku, bisa melerai hiruk pikuknya, gundah gulananya. Menghadapi kengerian yang tak terbayangkan. Aku tenggelam. Kepasrahan ini teramat sungguh.